Senin, 16 September 2013

Saat dimana saya merasa sangat menyesal

menasihati anak
(gambar dari sini)

Assalamu alaikum warohmatullaahi taala wabarokaatuh,,,

Sebelumnya saya ingin mengucapkan belasaungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya sang guru, Habib Munzir Al Musawwa, pimpinan majelis dzikir Majelis Rasulullah sholallahu alaihi wasallam. Beliau wafat kemarin sore sekitar pukul 15. Mudah-mudahan amal ibadah Beliau semasa hidupnya diterima oleh Allah subhanahu wataala, dan segala dosa-dosanya di ampuni oleh Allah subhanahu wataala, dan mudah-mudahan Beliau ditempatkan di sisi-Nya. Aamiin,,,

habib munzir al musawwa
(gambar dari sini)

Saya memang belum pernah bertemu langsung dengan Beliau, saya kenal Habib Munzir hanya lewat website Majelisrasululullah.org, saya menganggap beliau sebagai seorang guru (mudah-mudahan Beliau berkenan menerima saya sebagai muridnya), satu hal yang belum sempat saya lakukan yang selama ini saya inginkan dari Beliau adalah memohon ijazah dan sanad keguruan. Karena setiap kali saya ingin meminta ijazah, forumnya selalu penuh. Saya belum bisa menatap wajahnya secara langsung, saya bisa menatap wajahnya hanya lewat fotonya saja yang bertebaran di internet.

Beliau sudah sangat berjasa kepada saya, dengan syariat jawaban beliau atas pertanyaan saya di forum (hakikatnya karena Allah subhanahu wataala) akidah saya sekarang menjadi lebih kuat. Beliau telah memberikan jawaban atas kebimbangan saya selama ini dalam hal akidah.

Beliau seorang ulama yang kharismatik, setiap pengajiannya selalu dipenuhi oleh jemaah. Beliau sering mengadakan acara dzikir bersama di monas yang selalu dihadiri oleh ribuan jemaah, dari rakyat biasa, politisi, bahkan presiden SBY pun pernah menghadirinya. Bahkan ketika wafat, ribuan jemaah berdesak-desakan melayatnya demi untuk melihat sosok ulama yang dicintai mereka untuk yang terakhir kalinya. Ini membuktikan bahwa cara Beliau berdakwah mengena di hati masyarakat. Dalam berdakwah Beliau selalu menyampaikannya dengan cara santun, meskipun banyak saudara-saudara yang beragama Islam yang berbeda pemahaman mengkritiknya atau bahkan menjelek-jelekannya, tapi Beliau selalu menanggapinya dengan santun. Beliau tidak hanya dicintai oleh rakyat biasa, bahkan Presiden SBY menitikan air mata ketika pemakaman Beliau.

Kembali ke judul Saat dimana saya merasa sangat menyesal'

Puji syukur atas segala karunia yang Allah limpahkan kepada saya, Dia telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengamalkan ilmu-ilmu saya kepada hamba-hambaNya yang lain, walaupun sangat sedikit ilmu yang saya dapatkan yang dikarenakan kesalahan saya pribadi.

Salah satu kesalahan saya waktu remaja (ketika SLTP), saya tidak mau menurut orangtua. Saya disuruh ngaji kitab, tapi saya malah membolos. Setengah tahun saya berangkat dari rumah untuk mengaji, tapi tidak pernah sampai ke pengajian. Akibat kesalahan saya itu hanya sedikit ilmu agama yang saya dapatkan. Setelah saya ketahuan bahwa saya tidak pernah sampai ke pengajian, akhirnya orangtua memberi pelajaran kepada saya, saya tidak diperbolehkan keluar rumah setelah Maghrib, saya harus ngaji di rumah bersama orangtua. Saya jalani itu hingga saya lulus STM.

Setelah lulus STM, saya mulai diberi sedikit kelonggaran oleh orangtua, saya diperbolehkan keluar setelah Maghrib. Tapi karena terbiasa di rumah, saya hanya keluar rumah setelah Isya.

Sejak keluar sekolah inilah, saya diberi kesempatan oleh Allah subhanahu wataala untuk mengamalkan ilmu saya kepada orang lain. Di depan rumah saya ada sebuah surau/langgar, dimana disana ada puluhan anak-anak kecil belajar ngaji kepada seorang ustadz. Terkadang saya suka dimintain untuk mengajar anak-anak menggantikannya ketika sang ustadz kedatangan tamu. Saya mengajari anak-anak Juz Amma, yaitu tahap awal belajar baca al-Qur'an yang harus dipelajari oleh anak-anak. Ya,, di tempat saya menggunakan metode Juz Amma, bukan Iqra. Karena waktu itu metode Iqra belum dikenal di tempat kami, hanya di tingkat TPA lah Iqra di ajarkan.

Saya lupa entah berapa tahun saya mengajar. Hingga suatu hari saya merasakan suatu penyesalan yang teramat dalam yang membuat batin saya menangis.

Di pesantren, setelah anak-anak menguasai baca al-Qur'an serta tajwid, maka akan dilanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, salahsatunya belajar ilmu fiqih. Di tempat kami, ada salah satu kitab ilmu fiqih yang menjadi rujukan, yaitu kitab Safinatu naja. Uniknya, di kami ketika belajar kitab-kitab, baik kitab safinatunaja dan atau kitab-kitab lainnya yang lebih tinggi lagi, umumnya kitab-kitab kuning dengan tulisan arab gundul, sering diterjemahin, tapi bukan ke bahasa daerah kami (Sunda), tapi justru ke bahasa Jawa.

Untuk mempermudah dalam proses belajar, maka setiap tema dipelajari di hari tertentu. Waktu itu hari Jum'at, setelah satau-persatu anak-anak selesai belajar baca al-Qur'an, seperti biasa pelajaran dilanjutkan ke tema lainnya.

Sayapun bertanya pada anak-anak, ''Sekarang pelajaran apa ?''

Mereka serentak menjawab, ''Safinah mang,,!!'' (mamang adalah panggilan anak-anak kepada saya).

Alangkah kagetnya ketika saya mendengar jawaban mereka, bukan karean jawabannya yang serentak, tapi karena yang dipelajari adalah kitab. Saya sangat bingung waktu itu, apa yang harus saya ajarkan, saya dulu tidak pernah ngaji kitab, bahkan safinah pun belum sempat saya pelajari karena kebandelan saya dulu. Akhirnya, karena harus menjaga wibawa di depan anak-anak, saya suruh mereka baca bersama kemudian dilanjutkan satu per satu. Perlu diketahui, dibaca disini tanpa melihat isi kitabnya, karena kitabnya tidak ada terjemahannya, tapi mereka membacanya sesuai hafalan. Menyimak satu per satu anak-anak melafalkan hafalan mereka plus terjemahannya yang berbahasa Jawa. Disitulah batin saya menangis, dan saya hampir meneteskan air mata. Betapa saya tidak tahu apa yang mereka baca, mereka baru berumur 10 tahunan tapi sudah lancar melafalkannya, betapa saya tidak tahu apakah yang mereka baca itu benar atau salah. Betapa saya tidak tahu apa yang harus saya ajarkan kepada mereka. Saat itu saya sangat merasa lebih bodoh dari anak-anak didik saya.

Disaat mereka bergiliran melafalkan hafalannya, disaat itu pula saya terhanyut dalam lamunan penyesalan, sampai akhirnya ada seorang anak yang menyadarkan saya kembali bahwa mereka telah selesai melafalkan secara bergiliran.

Saya sangat bingung waktu itu, apa yang harus saya tambahkan, karena saya benar-benat BLANK dengan kitab safinah. Hingga akhirnya saya memutuskan mengakhiri pengajian.

Sejak itu saya jarang ngajar lagi, karena saya merasa malu. Dan saya mulai fokus untuk mencari pekerjaan.

******

Catatan pendek ini sengaja saya terbitkan dikhususkan bagi adik-adik blogger yang masih duduk di bangku sekolah. Manfaatkanlah waktu kalian sebaik-baiknya, jangan sampai kalian menyesal di kemudian hari. Ketahuilah, jika kalian telah keluar sekolah/kuliah, waktu belajar kalian semakin sedikit karena harus bentrok dengan urusan pekerjaan. Selain itu daya serap terhadap ilmu akan semakin kurang. Manfaatkan otak kalian yang masih kosong untuk menyerap berbagai ilmu yang baik, karena jika sudah dewasa, dimana kalian sudah banyak beban, otak kalian akan susah untuk menampung apa yang kalian pelajari.

Semoga catatan pendek ini bermanfaat untuk semua,,,,

Wassalam,,,

Ads : Bisnis online produk Boyke + Gratis 6 web siap pakai !

Share this:

Related Posts
Disqus Comments