Rabu, 15 Juni 2011

Anak-anak muda perkotaan yang tidak nasionalis.

Waktu saya berkunjung ke laman Yahoo, saya membaca sebuah berita yang saya anggap menarik untuk dibaca dan dicermati. Bagaimana sebenarnya anak-anak muda muslim Indonesia bersikap terhadap agamanya dan bangsanya. Karena saya anggap menarik jadi saya kopi beritanya ke blog ini.

------------------

Yang menarik, ternyata anak-anak muda muslim Indonesia mereka lebih mengutamakan identitas keislaman ketimbang identitas sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Survei ini diselenggarakan pada 18-26 November 2010 dengan 1496 responden berusia 15-25 tahun dan diambil dari 33 provinsi. Hasilnya 47,5 % anak muda Indonesia memandang dirinya yang pertama sebagai orang muslim. Dan yang menggap diri pertama sebagai orang Indonesia sebanyak 40,8 %.

Dan ternyata anak-anak muda yang mengutamakan identitas keislaman ini kebanyakan yang tinggal di perkotaan. Mereka ini berpendidikan sampai tingkat perguruan tinggi dan mapan secara ekonomi. Dan sebaliknya, yang tinggal di pedesaan yang status ekonominya rendah , mereka kebanyakan lebih merasa sebagai orang Indonesia dulu ketimbang sebagai seorang muslim.

( kenapa bisa begitu ?-- ed.)

Menurut Direktur Urusan Publik LSI, Burhanuddin Muhtadi, anak muda kota lebih mementingkan identitas keagamaan karena bagi mereka agama adalah pegangan penting disaat situasi ekonomi dan politik mengalami keguncangan. Memiliki akses yang lebih baik ke pendidikan dan media justru membuat pemuda kota memiliki tingkat ketidakamanan yang lebih tinggi dari pemuda desa, kata Burhanuddin. Sebab mereka lebih terbiasa berkompetisi dan memiliki akses informasi yang lebih komplet atas situasi-situasi politik dan ekonomi untuk menganalisis masa depan. Agamapun kemudian menjadi aset penting kehidupan sehari-hari.

Kata Burhanuddin pula, bahwa perilaku orang kota yang lebih merasa sebagai orang Islam, berkaitan dengan sistim pendidikan yang tidak mampu menguatkan sentimen kebangsaan. Semakin lama seseorang menuntun ilmu, semakin terpapar ia pada pendidikan agama yang mendoktrin. Kurikulum sekolah tidak cukup kuat mengajarkan identitas kebangsaan.

Pendidikan yang mendoktrin itu juga menghasilkan pemikiran konservatif diantara anak-anak muda Indonesia. Mereka menolak seks sebelum nikah (96,2 % ), mengkonsumsi alkohol ( 88,7 % ), atau menjauhi bahan psikotropika halus/mariyuana ( 99,2 % ). Selain itu, sekitar 90,1 % mereka mengaku tidak mau menikah beda agama. Sementara sisanya 9 % bersedia menikah beda agama dengan syarat pasanganya pindah agama.

Meski begitu, pemikiran konservatif ini tidak sebanding dengan aktifitas keagamaan mereka. Hanya 28,7 % responden yang mengaku selalu shalat 5 waktu. Dan hanya 10,8 % responden yang membaca atau memahami Al-Qur'an. Sementara, sekitar 59,6 % responden mengaku selalu melaksanakan puasa Ramadhan.

Dan yang menarik juga, ternyata 85 % anak muda tidak setuju poligami. Dan sekitar 41 % yang menganggap pendidikan seks di sekolah bukan sebuah tabu. Untuk isu jilbab, hanya 38 % responden menganggap jilbab wajib buat perempuan.

----------------

Data diatas terkuak pada saat konprensi pers pada hari Selasa 14/6 mengenai hasil survei Tata Nilai, Impian, Cita-cita Pemuda Muslim di Asia Tenggara yang diadakan Goethe-Institut, The Fridrich Naumann Foundation for Freedom, Lembaga Survei Indonesia dan Merdeka Center for Opinion Research Malaysia.

Itulah gambaran bagaimana pemuda-pemuda muslim Indonesia bersikap terhadap rasa keagamaan dan rasa kebangsaanya.

Share this:

Related Posts
Disqus Comments